by Rizky Wahyu Permana – Reporter & Editor Merdeka.com
Transformasi digital menjadi kebutuhan mendesak bagi bisnis keluarga agar tetap relevan dan kompetitif di era digital. Hal ini lah yang diangkat oleh AMA Chapter Malang dalam seminar bertajuk “Memimpin Bisnis Keluarga Menggebrak Era Digital: Empowering The Next Generation: Leading Family Businesses to Disrupt the Digital Age” yang digelar di Keraton Ballroom Hotel Tugu Malang pada Jumat (26/7).
Seminar yang dihadiri oleh sekitar 40 peserta ini berlangsung secara hybrid dan tidak hanya dihadiri anggota AMA Malang serta undangan, namun juga civitas akademia STIE Mulia Singkawang yang bergabung melalui video conference. Pembicara pada seminar ini adalah Dr. Sandy Wahyudi, CEO SLC Marketing Inc. dan Founder Connectpedia, serta Ketua Harian BPP AMA Indonesia, sebagai pembicara. Sandy, yang juga dikenal sebagai penulis buku “Stupid Idea,” menekankan pentingnya inovasi dan kolaborasi bagi bisnis keluarga di era digital.
Usaha keluarga memiliki kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Sandy menyebutkan bahwa banyak bisnis keluargayang tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang pesat.
“Banyak bisnis keluarga telah menunjukkan kekuatannya dalam menopang ekonomi, terutama di masa pandemi Covid-19,” ujarnya. Ia juga menambahkan, “Bisnis keluarga masih kuat. Bisnis keluarga rata-rata karyawannya sudah ikut puluhan tahun, dan mereka menyelamatkan Indonesia karena foundernya masih ke kantor sehingga pengambilan keputusan cepat.”
Data menjadi elemen penting dalam transformasi digital. “Data adalah the new currency. Lebih baik lupa dompet daripada lupa handphone,” tegas Sandy. Ia mengingatkan pentingnya menjaga keamanan data dalam bisnis keluarga. “Data sangat penting, oleh karena itu jangan sampai data kita tidak secure.”
Transformasi digital dalam bisnis keluarga tidak bisa dilakukan sendirian. Kolaborasi menjadi kunci untuk mencapai kesuksesan. Sandy menjelaskan, “Pengusaha banyaknya bukan pencipta produk pertama, tetapi dia berhasil berkolaborasi sehingga tidak sendirian.” Ia menambahkan, “Bisnis keluarga tidak bisa sendirian, tetapi berkolaborasi untuk bisa maju.”
Tantangan utama dalam transformasi digital bisnis keluarga adalah kurangnya pengetahuan dan keterampilan digital, persaingan ketat dari pemain besar dan startup, serta pudarnya nilai-nilai dan tradisi keluarga. Sandy menggarisbawahi bahwa inovasi adalah komponen penting dalam menghadapi tantangan tersebut. “Inovasi tidak langsung. Siapa yang berinovasi dia yang akan memimpin,” katanya.
Inovasi dalam bisnis keluarga harus bermakna dan unik. “Inovasi harus meaningfully unique, yaitu memiliki nilai yang jelas bagi pelanggan atau perusahaan dan harus asli,” jelas Sandy. Ia juga menekankan pentingnya fokus pada nilai dan kepuasan pelanggan, bukan hanya pada produk. “Jangan sayang sama produk. Yang harus kita puaskan itu adalah value dan customer. Jadi produk itu bukan hasil akhir. Hal ini juga penting diterapkan pada bisnis keluarga,” tambahnya.
Generasi muda memiliki peran penting dalam transformasi digital bisnis keluarga. Sandy menyarankan agar tanggung jawab transformasi digital dipercayakan pada generasi gen-Z atau yang berusia 20-30an tahun.
Artikel selengkapnya bisa Anda baca di