Facebook Tag Pixel

JANGAN SAMPAI PERUSAHAAN ANDA RUGI!

Oleh:

Adi Kurniawan Yusup, S.E.

Senior Business Analyst, Specialized in Marketing and Financial Metrics

SLC MARKETING, INC.

 

“Harganya berapa ya?”, “Produk ini harus laku berapa ya?”, “Berapa pendapatan yang diperlukan agar dengan bujet marketing saat ini perusahaan masih mengalami keuntungan?”. Tidak jarang pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul ketika suatu perusahaan sedang dalam proses penetrasi produk baru. Tentunya, perusahaan perlu untuk memperhatikan aspek harga, penjualan dan biaya dalam menjual produknya agar penjualan per unit produknya tetap untung dan mampu untuk memenuhi seluruh biaya tetap yang ada. Metriks yang digunakan untuk menganalisis hal tersebut adalah break even point (titik impas).

Break even point (BEP) yang sering disebut juga sebagai Cost Volume Profit (CVP) merupakan teknik analisa yang mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, volume aktivitas dan keuntungan. Break even point dapat pula diartikan sebagai kondisi perusahaan di mana perusahaan tersebut tidak memperoleh keuntungan maupun kerugian (profit = 0).

Analisis break even point dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Profit = Penjualan – Total Biaya Variabel – Total Biaya Tetap

Penjualan diperoleh dari banyak unit yang dijual dikali dengan harga jual sedangkan total biaya variabel merupakan biaya variabel untuk satu unit produk dikali dengan banyak unit yang dijual. Biaya tetap merupakan biaya yang tidak bergantung pada berapapun unit yang dijual seperti: biaya gaji karyawan, biaya listrik, air dan telepon, biaya iklan, biaya sewa tempat, dan lain-lain. Untuk menghitung break even point, maka profit yang dituliskan adalah sebesar nol sedangkan jika perusahaan memiliki target keuntungan tertentu, perusahaan dapat menuliskan target profit-nya tersebut.

Sebagai contoh, perusahaan XYZ menargetkan keuntungan sebesar Rp 10.000.000 pada bulan September 2017. Harga per unit produk yang dijualnya adalah Rp 200.000 di mana biaya variabel per unitnya adalah Rp 120.000. Total biaya tetap setelah dihitung berjumlah Rp 2.000.000, maka unit minimal yang harus dijual oleh perusahaan XYZ dapat dihitung menggunakan rumus yang sudah disebutkan sebelumnya.

10.000.000 = 200.000X – 120.000X – 2.000.000

12.000.000 = 80.000X

X = 150 unit

Oleh karena itu, perusahaan XYZ perlu untuk menjual 150 unit produk. Angka ini berguna untuk menetapkan target untuk para sales agar dapat mencapai target keuntungan yang diharapkan oleh perusahaan.

Tentunya, dalam melakukan analisis Break Even Point, perusahaan perlu beberapa asumsi dasar. Apa saja asumsi-asumsi yang digunakan? Asumsi-asumsi tersebut antara lain:

  • Biaya-biaya dalam perusahaan dapat dikelompokkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel
  • Biaya variabel per unitnya tetap (tidak mengalami perubahan) sehingga total biaya variabel bergantung pada banyak unit yang dijual, sedangkan total biaya tetapnya juga harus tetap berapapun unit yang dijual.
  • Banyak unit yang dijual sama dengan banyak unit yang diproduksi
  • Harga jual produk per unit tidak berubah dalam periode tertentu

Lalu, apa saja sih kegunaan dari analisis Break Even Point ini bagi perusahaan? Perusahaan melakukan analisis BEP untuk mengetahui banyak unit minimal yang harus dijual agar perusahaan tersebut tidak mengalami kerugian. Hal ini tentunya akan berkaitan dengan divisi yang lain seperti sales dan juga bagian produksi dan stock barang. Selain itu, analisis BEP juga berfungsi untuk mengetahui efisiensi perusahaan yaitu dengan sejauh manakah profit akan berubah ketika biaya variabel atau biaya tetapnya mengalami perubahan. Jika Anda ingin mengetahui lebih detail tentang metriks Break Even Point  dan penerapannya dalam bisnis Anda, SLC MARKETING, INC. siap untuk membantu Anda.

Share Via:

WhatsApp
Facebook
Twitter
LinkedIn
Banner Vertical 600x840 Podcast

Artikel Lainnya:

7 Metrik Terpenting dalam Marketing

Inspeksi Internal Service Pelanggan Karyawan Anda – Mystery Guest Solusinya!

7 Rahasia Memikat Pelanggan Setia