MAXIMIZE PRODUCTIVITY
KARYAWAN KREATIF, PERUSAHAAN MELEJIT
Karyawan dengan pola pikir entrepreneur adalah sosok karyawan yang pasti memiliki kepuasan kerja yang tinggi dalam perusahaannya sedemikian tanpa diminta, tanpa dipaksa oleh atasan / owner perusahaan, dirinya selalu berupaya agar mampu membuat terobosan-terobosan baru yang kreatif. Apalagi karyawan yang bekerja di bagian marketing, karena kondisi pasar yang cepat berubah dan sangat dinamis, maka hal ini mutlak dimiliki. Oleh sebab itu, dalam kesempatan edisi whitepaper kali ini akan dibahas mengenai bagaimana perusahaan bisa menggunakan pengembangan kapasitas karyawan, khususnya mereka yang bekerja di bagian marketing, sebagai salah satu strategi marketing agar perusahaan bisa mencapai target omset penjualan yang diharapkan.
Semakin tinggi kepuasan kerja seorang karyawan (khususnya mereka yang bekerja sebagai frontliners), maka akan semakin meningkat pula produktivitas kerjanya. Artinya, karyawan frontliners yang puas terhadap lingkungan pekerjaannya, maka tingkat output yang diberikan ke perusahaan akan lebih banyak, lebih cepat dan lebih efisien dibanding mereka yang kurang puas terhadap lingkungan kerjanya, sedemikian layanan yang diberikan ke para customer pun akan semakin baik kualitasnya. Jika pelanggan semakin merasa puas akan layanan yang diberikan frontliners, maka tingkat loyalitas pelanggan pun akan semakin terjaga. Jika keadaan ini terjadi, maka omset penjualan akan semakin stabil dan meningkat, seiring dengan keadaan ini, biaya untuk maintenance pelanggankarenaangka komplain juga akan menurun. Pada akhirnya, dapatdisimpulkan bahwa profit atau laba perusahaan juga akan semakin meningkat. Ini benar-benar keadaan ideal yang diharapkan oleh setiap perusahaan
Diawali dengan konsep Service Profit Chain yang dikembangkan oleh Prof. James L. Heskett pada tulisannya yang dimuat di Harvard Business Review tahun 1997, bahwa perusahaan yang mampu membuat betah karyawan frontliners bekerja dengan tingkat kepuasan dan loyalitas yang tinggi, maka ujung-ujungnya akan membawa pada peningkatan laba perusahaan untuk jangka panjangnya. Bagaimana proses ini bisa terjadi? Riset yang telah dilakukannya selama bertahun-tahun menunjukkan adanya hubungan implikasi yang positif antara kepuasan kerja karyawan frontliners terhadap peningkatan laba perusahaan melalui beberapa tahapan proses, yaitu 6 proses seperti yang bisa dilihat pada gambar berikut.
BAGAIMANA CARANYA AGAR PERUSAHAAN BISA MENJAGA TINGKAT KEPUASAN KERJA PARA KARYAWANNYA, KHUSUSNYA FRONTLINERS?
Di dalam ilmu manajemen pemasaran ada yang disebut konsep internal marketing, yaitu bagaimana perusahaan menganggap bahwa karyawan juga adalah para “customer” yang harus diperlakukan dengan bijak, sedemikian kebijakan terkait pengembangan kesejahteraan karyawan tidak hanya melulu mengenai masalah uang saja, melainkan juga bagaimana karyawan bisa betah dan punya kepuasan tinggi, baik sisi finansial, maupun non-finansial. Setidaknya ada 6 faktor penting yang perlu diperhatikan perusahaan agar karyawan, khususnya frontliners dapat memiliki kepuasan kerja yang tinggi, di antaranya adalah sbb:
C U L T U R E
1. Culture, yaitu budaya perusahaan yang hendak diciptakan oleh owner/manajemen agar menjadi budaya kerja bagi seluruh para karyawan. Jika budaya kerja yang diciptakan adalah kreatif, inovatif, berani mengambil risiko, dll maka ini sudah menjadi sebuah langkah awal untuk membentuk mental karyawan memiliki jiwa intrapreneur.
Q U A L I T Y
2. Quality, yaitu bagaimana perusahaan membuat standar kualitas layanan yang jelas, atau aturan SOP yang baku, sedemikian karyawan frontliners yang menjalankannya tetap terarah dan apabila muncul komplain dari pelanggan, maka bisa dicari bersama solusi pemecahannya.
R E W A R D
3. Reward, yaitu hak finansial yang akan diterima karyawan, apabila mereka berhasil mencapai target tertentu yang ditetapkan perusahaan.
T R A I N I N G
4. Training, yaitu program pelatihan berkala yang diberikan ke karyawan frontliners agar kapasitas hardskill dan softskill nya semakin meningkat, khususnya untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada para pelanggan.
M O T I V A T I O N
5. Motivation, yaitu lingkungan kerja kondusif yang diciptakan dengan sengaja dan ada aturan tertulis agar tiap karyawan tunduk atasnya, sedemikian motivasi kerja tetap terjaga, semisal: ada denda bagi yang mengatakan hal negatif saat meeting sedang berlangsung, atau bagi yang terlambat kerja hari itu harus mentraktir makan siang seluruh tim di dalam divisinya, dll.
S T A F F
6. Staff, yaitu bagaimana perusahaan secara berkala menilai kinerja masing-masing staf frontliners sesuai dengan KPI (key performance indicator) yang ditetapkan, kemudian mulai merencanakan rekrutmen staf baru apabila sudah ada beberapa staf yang harus diganti karena kompetensinya kurang memadai, atau karena memang jumlah pelanggan sudah semakin banyak sedemikian load kerja staf lama sudah terlalu tinggi dan harus ada penambahan staf frontliner lagi.
Apabila keenam faktor di atas sudah dijalankan dengan baik oleh perusahaan, maka diharapkan tingkat kepuasan kerja staf frontliner tetap terjaga dan semakin meningkat, sedemikian semangat kerjanya akan berubah seiring dengan kuatnya budaya kerja kreatif, inovatif, berani mengambil risiko yang ditekankan perusahaan. Karyawan frontliners secara tidak langsung mengalami proses yang dinamakan intrapreneurship atau bagaimana bekerja layaknya seorang entrepreneur di dalam perusahaan orang lain, dimana juga ikut merasakan memilikinya. Karyawan yang sudah teruji jiwa intrapreneur-nya seharusnya bisa dipilih dari departemen manapun di dalam perusahaan, jadi tidak harus dari
departemen marketing, namun, apabila kita memilih karyawan yang semula berangkat dari posisi terbawah dan sudah terbiasa menghadapi pola karakter konsumen (mereka yang dulunya adalah para frontliners dan sekarang sudah menjabat posisi manajer), maka sosok karyawan ini sudah memiliki nilai lebih ketimbang karyawan dari departemen lain. Mengapa demikian? Sebab untuk mendirikan perusahaan baru, jika tanpa ada landasan kuat budaya perusahaan induk atau tidak memiliki pengetahuan mendalam akan siapa konsumen yang dilayani, maka risiko kegagalan pasti akan semakin tinggi
Seorang entrepreneur yang memulai usahanya sendiri pastilah memiliki karakter kuat sedemikian mampu mengembangkan usahanya, berani menghadapi tantangan pasar, memiliki sumber daya yang cukup untuk memulai usaha, dan punya kemandirian dalam mengambil keputusan. Berbeda dengan seorang karyawan yang akan dilatih agar berjiwa entrepreneur(atau disebut juga intrapreneur), sikap kerja dan mental yang perlu dimiliki agak sedikit berbeda dengan sikap owner/ manajemen yang ada di perusahaan tempat dirinya bekerja. Sikap dan cara kerja yang perlu ditekankan pada seorang intrapreneur adalah:
Restorative,
yaitu memiliki kemampuan untuk kembali menyegarkan pikiran, kekuatan, perasaan bahagia walau kondisi di dalam perusahaan banyak sekali perubahan yang mungkin bisa jadi tidak terlalu menguntungkan bagi dirinya saat ini, namun dia mampu melihat dampak positif jangka panjang dari perubahan itu.
Company culture – major challenge,
yaitu sikap positif yang dimiliki karyawan agar bisa menjalankan budaya perusahaan sesuai harapan manajemen. Karyawan ini bisa terlepas dari tekanan sikap negatif karyawan lama yang tidak menyukai perubahan ke arah lebih baik karena bisa jadi mereka sudah terlalu lama dan terlalu nyaman di dalam comfort zone.
Company’s resources,
yaitu bagaimana karyawan memperlakukan aset dan sumber daya yang dimiliki perusahaan seolah-olah seperti miliknya sendiri, sedemikian tetap menggunakannya dengan bijak dan bertanggung-jawab penuh atasnya.
Dependent,
yaitu sikap karyawan di dalam setiap perencanaan, khususnya menyangkut masalah strategis, harus tetap dikomunikasikan dan meminta petunjuk dari manajemen, sebelum mengambil keputusan.