Facebook Tag Pixel

Millennials in workplace: Blessing vs. Curse

By:
Gregorius Satrio
Business Analyst, Specialized in People Development
SLC MARKETING, INC.

Belakangan ini, kata “millennial” menjadi trend tersendiri ketika membahas sebuah identitas, terutama saat mendeskripsikan orang seperti apakah kita ini. istilah-istilah seperti “millennial gitu loh”, “dasar, millennial”, ”ya gitu deh millennial” sering terlontarkan dalam percakapan sehari-hari. Hal ini menyebabkan kata millennial sering diasosiasikan (dikaitkan) hal yang bersifat keninian atau hal-hal yang berbau teknologi. Namun lain halnya dalam dunia professional, Millennial sering dikaitkan dengan orang yang membangkang dan suka berpindah-pindah tempat kerja karena alasan yang dianggap kurang relevan. 2 pernyataan yang berbeda diatas menimbulkan sebuah tanda tanya besar yang cukup menggelitik bagi saya yakni : Apa atau Siapakah Millennial itu?

        Millennial merupakan sebutan dari sebuah generasi yang dicetuskan oleh William Strauss dan Neil Howe pada 1987 dalam buku yang mereka tulis Generations: The History of America’s Future, 1584 to 2069. Mereka mendefinisikan Millennial sebagai generasi yang dilahirkan pada tahun 1983 hingga 1999. Generasi ini disebut millennial karena orang-orang yang dilahirkan pada periode itu seolah-olah tumbuh dan besar untuk menyambut millenia yang baru (tahun 2000 – Y2K). Secara umum generasi millennial akan mencangkup orang dengan usia 19-35 tahun. Dilihat dari segi proporsi – mengutip data dan tabel dari https://databoks.katadata.co.id – terlihat bahwa dari total usia produktif Indonesia pada tahun 2018 yang berjumlah 179,13 juta jiwa dapat dihitung bahwa 63,34 juta jiwa (36% – lebih dari sepertiga) adalah generasi millennial. Maka dapat dikatakan bahwa Generasi millennial mendominasi supply tenaga kerja Indonesia.

Figure 1:  demografi penduduk indonesia berdasarkan usia

       

Pada dasarnya, generasi Millennial dikenal memiliki kesadaran dan penguasaan teknologi yang tergolong tetinggi, amat sangat percaya diri – cenderung dianggap Narsis, dan mampu untuk bekerja secara multi-tasking, memiliki pandangan yang egalitarian, menyukai tantangan, dan yang paling menonjol adalah kesadaran sosial mereka yang tinggi.  Berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya yang tumbuh dan terbiasa dengan system hierarkis yang seringkali memaksa mereka untuk tunduk dan melakukan pekerjaan sesuai dengan urutan tertentu, alih-alih melakukannya secara bersamaan. Pada dasarnya Millennial merupakan generasi yang jauh berbeda dibandingkan oleh generasi sebelumnya. Perbedaan-perbedaan inilah yang sering dianggap sebagai ‘kekurangan’ yang sebenarnya hanyalah salah paham yang terjadi karena kurangnya pemahaman akan cara kerja atau personality yang memadai.

        Pada tempat kerja, Millennials dengan mindset social yang tinggi cenderung memilih untuk bekerja secara kelompok dari pada bekerja sendiri. Digabungkan dengan pola pikir multi-tasking yang secara inheren menuntut untuk menjadi kreatif dan kemampuan mereka untuk menggunakan teknologi menjadikan generasi ini mampu untuk menyelesaikan masalah yang kompleks dengan cara yang dapat dikatakan simple dan innovative. Namun disisi yang lain, Millennials bagi generasi sebelumnya dianggap ‘susah diatur’ karena Millennials mengharapkan kedekatan antara rekan kerja – termasuk dengan atasan mereka (Journals of Business and Psychology; 2010). Kedekatan yang dimaksud adalah arus informasi yang konstan, dan feedback akan kinerja yang konstan, transparan, dan langsung (personal). Sedangkan atasan mereka (yang notabene adalah generasi X / baby boomers) yang terbiasa dengan kultur bekerja yang hierarkis berangapan bahwa hal-hal diatas haruslah dilakukan secara formal dan berkala, sehingga menimbulkan kesan bahwa millennial memiliki sifat susah diatur.

         Pada dasarnya, Millennials merupakan sebuah generasi yang mampu melakukan perubahan serta membawa perusahaan jauh lebih maju dengan banyaknya potensi yang mereka miliki, mereka mampu membawa gebrakan dengan cara kerja dan berpikir mereka yang kreatif dan innovative. Namun disisi yang lain sifat mereka sering disalah artikan sebagai kekurangan, dan juga sering kali dianggap sebagai penghambat yang harus disingkirkan alih-alih masalah yang harus dicarikan solusi. Millennials sejatinya adalah asset yang sangat berpotensi untuk dapat mendatangkan banyak keuntungan dan manfaat bagi perusahaan, dan layaknya asset, Millennials harus dimanage dengan baik untuk dapat mencapai potensi maksimalnya.

Share Via:

WhatsApp
Facebook
Twitter
LinkedIn
Banner Vertical 600x840 Podcast

Artikel Lainnya:

7 Metrik Terpenting dalam Marketing

Inspeksi Internal Service Pelanggan Karyawan Anda – Mystery Guest Solusinya!

7 Rahasia Memikat Pelanggan Setia