5 SISTEM BISNIS YANG PERLU DIKELOLA
Ada 5 fungsi area bisnis yang harus dikelola tiap hari oleh pebisnis, di antaranya adalah: pemasaran, SDM, keuangan, akunting, dan produksi/operasional. Masing-masing fungsional bisnis ini memiliki keterkaitan satu sama lain. Namun ada 2 fungsi bisnis yang selalu “bertengkar” dan tidak sependapat, yaitu marketing vs finance. Oleh sebab itu, dalam whitepaper kali ini, akan dibahas bagaimana cara menyelesaikannya.
LEBIH ENAK JADI MARKETING ATAU FINANCE?
Walau rata-rata gaji orang keuangan masih lebih kecil daripada gaji orang marketing, namun angka pertumbuhannya dari tahun ke tahun menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena tren digital marketing telah mampu mengurangi jumlah kebutuhan tenaga sales/marketing. Di sisi lain, perusahaan yang hanya kuat di pengelolaan finance saja, tanpa memperhatikan marketing, maka secara perkembangan inovasi dibandingkan pesaing pasti lambat laun akan tertinggal.
Marketing vs Finance (whitepaper DSW edisi Mar 2018)-4
KEDUANYA PUNYA TANGGUNG JAWAB SAMA BESARNYA
Marketing dan Finance memiliki 2 natur yang sangat berbeda. Jika orang marketing lebih ke arah seni/ artistik, maka orang finance lebih ke arah ilmiah/ saintifik, makanya keduanya tidak bisa sependapat. Misal : orang marketing minta tambahan budget promosi dan mengatakan bahwa akan ada penambahan omset, tapi orang finance minta angka pasti, bakal tambah berapa omset setelah itu. Di sinilah letak kegagalan orang marketing karena tidak mampu menyakinkan rekan kerjanya yang
mahir di masalah angka.
AYAM ATAU TELUR DULUAN?
Ditelaah dari tugas dan obyektif tim marketing dan tim finance di dalam perusahaan. Jika orang Marketing memiliki tugas untuk menghasilkan penjualan yang berujung profit, istilah lainnya PROFIT CENTER. Sebaliknya, orang Finance hadir untuk membantu bagian yang satu itu, istilah yang digunakan adalah SUPPORTING. Seperti pertanyaan klasik “ayam atau telur duluan?” maka hal ini pula yang sering ditanyakan ke saya, yaitu “Sebaiknya ada duit dulu, baru berani iklan promo, atau berani iklan promo dulu agar nanti dapat duit?”
BEDA BAHASA, BEDA CARA PIKIR
Bahasa yang digunakan oleh mereka berdua juga sangatlah berbeda. Apabila orang marketing (khususnya digital marketer) lebih kepada metrik terkait visitor website, jumlah engagement, dan konversi penjualan. Sebaliknya, orang finance memiliki metrik terkait harga pokok produksi, margin keuntungan, dan net income. Walaupun begitu, ada titik temu di antara keduanya, yaitu Revenue (income) dan Budget (expenses). Titik temu inilah yang bisa menjadi strategic approach untuk “mendamaikan” fungsi mereka berdua agar pekerjaan mereka lebih optimal.
KONFLIK SAAT HADAPI PELANGGAN
Dalam menghadapi pelanggan juga demikian. Orang marketing berharap bahwa semua stok produk tersedia, agar saat setiap pelanggan order, barang dapat dengan cepat dikirimkan dan menjadi uang. Sebaliknya, orang finance ingin menjaga agar biaya produksi tetap rendah, dan persediaan barang tidak overstock, karena ini uang mati. Oleh sebab itu di setiap perusahaan, dibutuhkan sekali peran PPIC (production, planning, inventory, control) sebagai mediator antara fungsi marketing dan finance, sedemikian perusahaan sebisa mungkin melakukan JIT (just in time) dan Lean Manufacturing.
STAF MARKETING ANALYST JALAN KELUARNYA
Perusahaan yang sudah memiliki staf PPIC khusus untuk forecasting penjualan dan produksi setidaknya sudah mampu meredam gejolak “pertengkaran” yang ada antara orang marketing dan orang finance. Apalagi jika perusahaan tersebut juga memiliki staf Marketing Analyst, yang fokusnya untuk mengoptimalkan setiap rupiah yang dikeluarkan oleh orang finance untuk kegiatan marketing, agar target perusahaan dapat tercapai dengan seefektif dan seefisien mungkin.
ROMI = CARA MENDAMAIKAN
Salah satu peran Marketing Analyst nantinya adalah menghitung nilai ROMI (return on marketing investment) dari setiap peningkatan omset yang diperoleh, dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk penambahan omset tersebut. Nilai ROMI yang sehat adalah sebesar 10-20. Misal omset rata-rata sekarang adalah 100 juta rupiah per bulan. Biaya kampanye marketing yang dikeluarkan sebesar total 1 juta rupiah. Setelah sekian bulan, omset rata-rata per bulan menjadi 110 juta. Maka perhitungan ROMI = (110-100 juta) / 1 juta = 10. Masalahnya, perhitungan ROMI hanya bisa digunakan untuk mengukur suatu hal yang sudah terjadi (past time). Dibutuhkan pendekatan untuk melakukan Marketing Optimisation (prediksi future time) agar pebisnis tidak salah langkah.
PERSENTASE MARKETING YANG SEHAT
Agresif tidaknya perusahaan dalam melakukan kampanye marketing juga harus diperhatikan dari usia/ fase bisnis itu sendiri. Perusahaan yang sudah established, cukup menganggarkan 6-12% dari gross revenue nya untuk kegiatan marketing. Sedangkan perusahaan yang baru mulai berkembang, perlu menganggarkan lebih besar, yaitu sekitar 12-20% dari gross revenue nya. Dengan demikian, nilai nominal kampanye marketing tidak terlalu sedikit atau terlalu berlebihan dibandingkan pesaing. Selain itu, agresifitas marketing juga harus disesuaikan dengan kapasitas produksi yang mampu dipenuhi perusahaan.
ALOKASI ANGGARAN TEPAT TIAP CHANNEL KOMUNIKASI
Dari sekian biaya yang disiapkan oleh orang finance untuk mensupport kegiatan orang marketing, perlu dipertimbangkan semua channel komunikasi yang akan digunakan. Orang marketing punya peran penting untuk alokasi anggaran dengan tepat untuk setiap channel komunikasi yang ada. Staf Marketing Analyst harus mampu menghitung ROMI dan Marketing Optimisation untuk setiap channel yang digunakan. Artinya secara spesifik, staf finance harus tahu, omset penjualan bisa bertambah nantinya akibat dari channel komunikasi yang mana saja, sedemikian proses trial-error dapat dikurangi dengan pertanggungan jawab angka. Jika hal ini telah terjadi, maka orang marketing dan orang finance akan bisa didamaikan.
By:
Dr. Sandy Wahyudi DSW
Pakar & Praktisi Marketing dan Inovasi
Business Development Director SLC MARKETING, INC. & Founder of Connectpedia
081 7379 377
sandy@slcmarketinginc.com